Nabi Ayyub Alaihissalam
adalah putra dari Aish bin Ishaq Alaihissalam bin Ibrahim Alaihissalam.
Sebagaimana disebutkan dalam Nabi Ya'qub Alaihissallam , Aish adalah saudara
kembar Nabi Yaqub Alaihissalam, jadi Nabi Ayyub masih kemenakan Nabi Yaqub
Alaihissalam dan sepupu Nabi Yusuf Alaihissalam.
Nabi
Ayyub Alaihissalam adalah salah seorang nabi yang terkenal kaya raya, hartanya
melimpah, ternaknya tak terbilang jumlahnya. Namun demikian ia tetap tekun
beribadah, gemar berbuat kebajikan, suka menolong orang yang menderita,
terlebih dari golongan fakir miskin.
Keraguan iblis terhadap ketaatan Nabi
Ayyub Alaihissalam
Para
malaikat di langit terkagum-kagum dan membicarakan tentang ketaatan Ayyub dan
keikhlasannya dalam beribadah kepada Allah. Iblis yang mendengar pembicaraan
para malaikat ini merasa iri dan ingin menjerumuskan Ayyub agar menjadi orang
yang tidak sabar dan celaka.
Mula-mula
iblis mencoba sendiri menggoda Nabi Ayyub agar tersesat dan tidak bersyukur
kepada Allah, namun usahanya ini gagal, Nabi Ayyub tetap tak tergoyahkan. Lalu
iblis menghadap Allah, meminta agak ia diizinkan untuk menguji keikhlasan Nabi Ayyub.
Ia berkata, “Wahai Tuhan, sesungguhnya
Ayyub senantiasa patuh dan berbakti kepada-Mu, senantiasa memuji-Mu, tak lain
hanyalah karena takut kehilangan kenikmatan yang telah Engkau berikan
kepadanya, karena ia ingin kekayaannya tetap terpelihara. Semua ibadahnya bukan
karena ikhlas, cinta, dan taat kepada-Mu. Andaikata ia terkena musibah dan
kehilangan harta benda, serta anak-anak dan istrinya, belum tentu ia akan tetap
taat dan ikhlas menyembah-Mu.”
Allah
berfirman kepada iblis, “Sesungguhnya
Ayyub adalah hamba-Ku yang sangat taat kepada-Ku. Ia sesorang mu’min sejati.
Apa yang ia lakukan untuk mendekatkan diri kepada-Ku adalah semata-mata
didorong iman yang teguh kepada-Ku. Iman dan taqwanya takkan tergoyahkan hanya
oleh perubahan keadaan duniawi. Cintanya kepada-Ku takkan berkurang walaupun
ditimpa musibah apa pun yang melanda dirinya, karena ia yakin bahwa apa yang ia
miliki adalah pemberian-Ku yang sewaktu-waktu dapat Aku cabut daripadanya, atau
Ku-jadikan berlipat ganda. Ia bersih dari segala tuduhan dan prasangkamu.
Engkau tidak rela melihat
hamba-hamba-Ku, anak cucu Adam, berada di atas jalan yang lurus. Untuk menguji
keteguhan hati Ayyub dan keimanannya pada takdir-Ku, Ku-izinkan kau menggoda
dan mencoba memalingkannya dari-Ku. Kerahkan seluruh pembantu-pembantumu untuk
menggoda Ayyub melalui harta dan keluarganya. Cerai beraikan keluarganya yang
rukun damai sejahtera itu. Lihatlah, sampai dimana kemampuanmu untuk
menyesatkan Ayyub hamba-Ku.”
Ujian dan cobaan Allah terhadap Nabi
Ayyub Alaihissalam
Demikianlah,
iblis dan para pembantunya mulai menyerbu keimanan Ayyub. Mula-mula mereka
membinasakan hewan ternak pemeliharaan Ayyub, disusul lumbung-lumbung gandum
dan lahan pertaniannya yang terbakar dan musnah.
Iblis
mengira Ayyub akan berkeluh kesah setelah kehilangan ternak dan pertaniannya,
namun ternyata Ayyub tetap berhusnuzhon (berbaik sangka) kepada Allah.
Segalanya ia pasrahkan kepada Allah. Harta adalah titipan Allah yang
sewaktu-waktu dapat saja diambil kembali.
Berikutnya
iblis mendatangi putra-putra Nabi Ayyub Alaihissalam yang sedang berada di
sebuah gedung yang besar dan megah. Mereka menggoyang-goyangkan tiang-tiang
gedung sehingga gedung itu roboh dan anak-anak Ayyub yang berada di dalamnya
mati semuanya.
Iblis mengira usahanya kali ini akan berhasil
menggoyahkan iman Nabi Ayyub yang sangat menyayangi putra-putranya itu, namun
sekali lagi mereka harus kecewa. Nabi Ayyub tetap berserah diri kepada Allah.
Ia memang bersedih hati dan menangis, tapi jiwa dan hatinya tetap kokoh dalam keyakinan
bahwa jika Allah yang Maha Pemberi menghendaki sesuatu, tak ada seorang pun
yang mampu menghalangi-Nya.
Iblis
yang masih belum puas, lalu menaruh baksil di sekujur tubuh Ayyub sehingga
beliau menderita penyakit kulit yang sangat menjijikkan, hingga ia dijauhi
sanak famili dan tetangganya. Istri-istrinya banyak yang lari meninggalkannya,
hanya seorang saja yang tetap setia mendampinginya, yaitu Rahmah. Lebih parah
lagi, para tetangga Nabi Ayyub Alaihissalam yang tidak mau ketularan penyakit
yang diderita Nabi Ayyub, mengusirnya dari kampung mereka. Maka pergilah Nabi
Ayyub dan istrinya Rahmah ke sebuah tempat yang sepi dari manusia.
Waktu
7 tahun dalam penderitaan terus-menerus memang merupakan ujian terberat bagi
Ayyub dan Rahmah, namun Nabi Ayyub tetap bersabar dan berzikir menyebut Asma
Allah. Diriwayatkan bahwa istrinya berkata, “Hai
Ayyub, seandainya engkau berdoa kepada Tuhanmu, niscaya dia akan
membebaskanmu.”
Namun
Nabi Ayyub Alaihissalam malah menjawab, “Aku
telah hidup selama 70 tahun dalam keadaan sehat, dan Allah baru mengujiku dalam
keadaan sakit selama 7 tahun. Ketahuilah, itu amat sedikit dibandingkan masa 70
tahun.”
Begitulah,
Nabi Ayyub menerima ujian dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan sabar dan
ikhlas. Ia telah hidup dalam kenikmatan selama puluhan tahun, maka ia merasa
malu untuk berkeluh kesah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas kesengsaraan
yang hanya beberapa tahun. Sakit Nabi Ayyub membuat tidak ada lagi anggota
badannya yang utuh kecuali jantung/hati dan lidahnya. Dengan hati dan lidahnya
ini, Nabi Ayyub Alaihissalam tak pernah berhenti berzikir kepada Allah, baik di
waktu pagi, siang, sore dan malam hari.
Untuk
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, Rahmah terpaksa bekerja pada suatu
pabrik roti. Pagi ia berangkat, sorenya ia kembali ke rumah pengasingan. Namun
lama-kelamaan majikannya mengetahui bahwa Rahmah adalah istri Nabi Ayyub yang
memiliki penyakit berbahaya. Mereka khawatir Rahmah akan membawa baksil yang
dapat menular melalui roti, oleh sebab itu mereka kemudian memecatnya.
Rahmah
yang setia ini masih memikirkan suaminya. Ia meminta agar majikannya berkenan
memberinya hutang roti, tetapi permintaannya ini ditolak. Majikannya hanya mau
memberinya roti jika ia memotong gelung rambutnya yang panjang, padahal gelung
rambut itu sangat disukai suaminya. Namun demi untuk mendapatkan roti, Rahmah
akhirnya setuju dengan usul majikannya itu.
Ternyata,
perbuatannya itu membuat Ayyub menduga bahwa ia telah menyeleweng. Akhirnya
pada suatu hari, mungkin karena sudah tidak tahan dengan penderitaan yang
terus-menerus dihadapi, Rahmah pamit untuk meninggalkan suaminya. Ia beralasan
ingin bekerja agar dapat menghidupi suaminya. Nabi Ayyub melarangnya, tapi
Rahmah tetap bersikeras sembari berkeluh kesah. Sesungguhnya tindakan Rahmah
ini pun tak lepas dari peranan iblis yang menghasutnya untuk meninggalkan
suaminya Ayyub.
Mendengar
keluh kesah istrinya, berkatalah Ayyub, “Kiranya
kau telah terkena bujuk rayu iblis, sehingga berkeluh kesah atas takdir Allah.
Awas, kelak jika aku telah sembuh kau akan kupukul seratus kali. Mulai saat ini
tinggalkan aku seorang diri, aku tak membutuhkan pertolonganmu sampai Allah
menentukan takdir-Nya.”
Dengan
demikian tinggallah kini Nabi Ayyub seorang diri setelah ia mengusir Rahmah
istrinya. Di tengah kesendiriannya, Nabi Ayyub Alaihissalam bermunajat kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan sepenuh hati memohon rahmat dan kasih-Nya.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima doa Nabi Ayyub Alaihissalam yang telah
mencapai puncak kesabaran dan keteguhan iman dalam menghadapi ujian dan cobaan.
Berfirmanlah Ia kepada Nabi Ayyub, “Hantamkanlah
kakimu ke tanah. Dari situ akan memancar air yang dengannya kau akan sembuh
dari penyakitmu. Kesehatanmu akan pulih jika kau mempergunakannya untuk minum
dan mandi.”
Setelah
meminum dan mandi dengan air itu, Ayyub pun sembuh seperti sedia kala.
Sementara itu Rahmah istrinya yang telah pergi meninggalkannya, rupanya
lama-kelamaan merasa kasihan dan tak tega membiarkan suaminya seorang diri. Ia
datang untuk menjenguk, namun ia tak mengenali lagi suaminya, karena kini Nabi
Ayyub tampak lebih sehat, lebih segar, dan lebih tampan. Nabi Ayyub sangat
gembira melihat istrinya kembali, namun ia teringat sumpahnya yaitu ingin
memukul istrinya seratus kali. Ia harus melaksanakan sumpah itu, tapi ia
bimbang karena bagaimanapun istrinya telah turut menderita sewaktu bersamanya 7
tahun ini. Tegakah ia memukulnya seratus kali?
Allah
mengetahui kebimbangan yang dirasakan Nabi Ayyub Alaihissalam. Maka datanglah
wahyu Allah kepada Nabi Ayyub, “Hai
Ayyub, ambillah lidi seratus batang dan pukullah istrimu sekali saja. Dengan
demikian tertebuslah sumpahmu.”
Nabi
Ayyub merasa lega dengan jalan keluar yang diwahyukan Allah itu. Dengan lidi
seratus, dipukulnya istrinya dengan satu kali pukulan yang sangat pelan, maka
sumpahnya telah terlaksana.
Berkat
kesabaran dan keteguhan imannya, Nabi Ayyub Alaihissalam dikaruniai lagi harta
benda yang melimpah ruah. Dari Rahmah, ia kemudian memperoleh anak bernama
Basyar yang kemudian hari menjadi seorang nabi yang dikenal dengan nama
Zulkifli.
Kisah
Nabi Ayyub Alaihissalam ini merupakan teladan bagi hamba-hamba-Nya dalam hal
kesabaran dan keteguhan iman. Riwayat Nabi Ayyub Alaihissalam terdapat dalam
surat Al-Anbiyâ: 83-84 dan surat Sâd: 41-44.