Oleh:
M. R. Aulia
6 Oktober 2013, Rakyat mesir kembali turun ke jalan. Isu mesir yang
sempat meredup di kalangan banyak manusia dunia, rakyat Mesir tak mati
langkah. Mereka kembali turun ke jalan, bersatu daya upaya untuk
mengembalikan pemerintahan yang sah dari junta militer Mesir. Lapangan
Tahrir Square kembali menjadi tempat konsentrasi perjuangan mereka.
Meskipun beberapa waktu lalu, para pendukung Presiden Moursi dibubarkan
paksa secara kejam dan sadis dengan tank.dan senjata yang mematikan.
Ancaman tersebut tak surut membuat nyali mereka untuk menyuarakan
pemerintahan yang sah, menjadi ciut dan luntur.
Kematian sadis bukan hanya sebuah ancaman bagi rakyat Mesir, akan tetapi
sebuah fakta yang sangat jelas pernah mereka alami. Bagaimana tidak,
ketika sedang melakukan aksi, teman, saudara, anak bahkan sesama peserta
aksi tertembak dengan jelas sehingga banyak yang berguguran.
Pemandangan tersebut bukanlah hal yang asing dan mengerikan bagi mereka.
Lagi-lagi mereka kembali menyuarakan perjuangan dengan segala resiko
terberat sekalipun dalam hidup mereka.
Pertanyaannya kenapa mereka berani mempertaruhkan jiwa dan raga demi
kembalinya presiden Moursi. Bisa jadi, Moursi tidak mengenal mereka.
Bisa jadi Moursi belum pernah memberikan sesuatu secara langsung kepada
masing-masing individu yang tergabung dalam lautan manusia pendukungnya
sebagai presiden Mesir. Itu semua mengerucut kepada alasan bahwa Mursi
terpilih secara demokratis. Belum genap satu tahun, Mursi dikudeta oleh
menteri yang pernah diangkatnya sendiri beberapa waktu lalu.
Namun sangat disayangkan, para pro demokratis yang sering bercuap-cuap
tak pernah muncul dan menyampaikan gagasan secara gamblang. Mereka hanya
bisa diam seribu bahasa. Apalagi kaum pro demokratis yang berada di
negeri Indonesia, beralasan tidak ingin mencampuri atau mengurusi urusan
domestik rakyat Mesir. Kendati sudah dijelaskan dalam pembukaan UUD
1945, Indonesia ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Meskipun demikian, para pakar demokratis Indonesia tidak kompak dalam
melantangkan suaranya kepada dunia Internasional. Jutaan rakyat
Indonesia, hari ini, 6 Oktober 2013, turun ke jalan untuk meyuarakan
perjuangan rakyat Mesir. Akan tetapi bentuk solidaritas yang dilakukan
sebagian rakyat Indonesia ini, banyak mengundang cibiran, cemoohan dan
lain sebagainya dari beberapa kalangan.
Berikut ilustrasi perdebatan antar rakyat Indonesia dalam menyikapi solidaritas sesama perindu perdamaian dunia.
“Mau ngapain situ ngurusin kondisi luar negeri seperti Mesir, Suriah,
Palestina dan lain-lain? Kondisi dalam negeri aja belum beres?
Oh gitu ya?
“Terus situ ngapain ngefans sama ngurusin sepak bola luar negeri? Sepak bola dalam negeri aja belum beres.
“Ngapain juga ngurus artis luar negeri? Artis dalam negeri aja ga semuanya yang beres.”
“Ngapain juga belajar bahasa asing? Bahasa daerah aja ga semua ngerti.”
“Ngapain beli barang impor? Buatan dalam negeri aja banyak yang ga beli.”
“Ngapain jalan-jalan ke luar negeri? Tempat wisata lokal aja ga habis-habis dikunjungi?”
“Hayoooooo….?
Jawabannya ada dalam hati kecil masing-masing. Jujur atau tidak. Terserah saja.
Akhirnya selamat kepada relawan Indonesia yang mau merelakan hari
istirahat (weekend) untuk berpanas-panas ria dalam menyuarakan bentuk
solidaritas kemanusiaan. Tak hanya raga, pundi pundi emas pun rela
dilepaskan demi tercapainya perdamaian dunia.
Kalau tidak sependapat dengan perjuangan mereka, berikan alasan rasional
nan logis untuk berhenti melakukan aksi solidaritas tersebut?